Dirjen Ketenagalistrikan: SOP Pengelolaan FABA Jadi Acuan Kegiatan PLTU

Space Iklan

Detjen Ketenagalistrikan
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana pada webinar bertajuk Potensi Pemanfatan FABA Sumber Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk Kesejahteraan Masyarakat, Kamis (1/4/2021) yang diselenggarakan oleh Ruang Energi. (Foto: Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama)

JAKARTA, InfoInfrastruktur.com –  Standard Operating Procedure (SOP) pengelolaan fly ash dan bottom ash (FABA) yang disusun Kementerian ESDM bersama pelaku usaha telah masuk tahap finalisasi. Penyusunan SOP ini juga merupakan komitmen dari sektor untuk mewujudkan kondisi yang ramah lingkungan.

“SOP pengelolaan FABA ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi seluruh kegiatan PLTU dalam mengelola FABA. Dengan demikian FABA akan dikelola dengan baik, sehingga selain aman bagi lingkungan, juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan negara,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana pada webinar bertajuk Potensi Pemanfatan FABA Sumber Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk Kesejahteraan Masyarakat, Kamis (1/4/2021) yang diselenggarakan oleh Ruang Energi.

Rida menyebutkan, dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, penambahan pembangkit listrik dalam 10 tahun ke depan mencapai 41 GW. Dari jumlah tersebut, PLTU masih mendominasi sekitar 36% atau 14-15 GW.

“Memperhatikan kondisi penyediaan tenaga listrik saat ini, PLTU batubara merupakan pembangkit listrik pemikul beban dasar (base load) yang akan beroperasi terus-menerus selama 24 jam dan menjadi tulang punggung pasokan tenaga listrik nasional,” ungkap Rida.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, FABA dari kegiatan PLTU tidak lagi masuk menjadi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Menurut Rida, hal tersebut sesuai dengan hasil uji karakteristik beracun Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan lethal dose LD-50.

Di samping itu, hasil uji kandungan radionuklida pada FABA PLTU juga menunjukkan nilai konsentrasi zat pencemar lebih rendah dari tingkat kontaminasi radioaktif yang dipersyaratkan.

“Dengan dikeluarkannya FABA dari limbah B3, maka akan semakin terbuka luas pemanfaatan FABA,” tutur Rida dalam siaran pers yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Rida menambahkan, perlu adanya akselerasi pemanfaatan FABA yang dapat berupa dukungan kebijakan yang dapat mendorong pemanfaatan FABA secara masif, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi negara dan mengurangi permasalahan lingkungan akibat jumlah timbunan FABA.

Rida lalu mengutip data Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) tahun 2020 yang menyatakan penggunaan beton dengan campuran FABA secara ekonomi dapat menurunkan biaya dibandingkan dengan biaya untuk membuat beton konvensional. Rida melanjutkan hal tersebut memberikan efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp4,3 triliun sampai dengan tahun 2028, serta berpotensi menyerap tenaga kerja pada usaha kecil dan mikro.

Dalam kesempatan yang sama, Suyud Warno Utomo dari Universitas Indonesia menyampaikan pemanfaatan FABA memiliki beberapa keuntungan, dilihat dari sisi lingkungan (pengurangan emisi limbah, pengurangan lahan landfill), sisi ekonomi (pengurangan biaya pengolahan limbah dan bernilai jual), serta sisi produk (sebagai campuran material/meningkatkan kekuatan bahan).

Namun ia menyampaikan, pemanfaatan FABA untuk berbagai keperluan tidak berarti bebas tanpa batas.

Senada, Rida Mulyana menegaskan. pelaku usaha harus bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan FABA dengan mengedepankan prinsip berwawasan lingkungan. Ia menyebut pelaku usaha juga wajib memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan aturan turunannya yang tengah disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Infrared)

Loading

Space Iklan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*